Senin, 08 Oktober 2012



Untuk Masa Lalu




semilir angin menepikanku pada tepian sesal, 
menghujamkan belati tajam pd pangkal kata maaf, 
mencengkeram penyatukan parau dan perih. 
Haturkan pahit pd liur tak bertuan, 
basahi mukaku yang entah kemana, 
ada merah di pipi pada wajah tertunduk, 
itu telapak tangan sebelum kau pergi dan terisak. 
kembali tanpa terucap namun terukir di rahim kalbu, 
Maaf...




saat hening dalam sendiri tak bertepi, sementara derak waktu menhujam sendi-sendi pada porosnya. meski terlambat biarkanku larut bersama sendiri. aku bisa membelai lamunan dan bercengkrama bersama suggesti. ayal itu menggelepar disisiku. memakiku dengan semua kata-kata tak bermakna jelas.
lihat!!! coba lihat pajar itu, ia datang bersama pancaroba. biaskan kilau dihati yang pernah terluka, bukan karena sakit atau sekedar perih. tapi biar kucoba memintal asa yang lama kugantung bilik usang. bersama pakaian kotor dari masa laluku. Meski ada noda darah, meski anyir, itu tetap masa laluku. dimana aku harus bisa menelan pahit getir secara bersamaan. semua orang memanggilku busuk saat itu!!!
EGO

Tiga huruf yang menjadi satu kata,
pemakaian kata ini sesekali dibenarkan.
tapi seringkali pemakai kata ini bertentangan dengan orang lain.

senyum itu bergelantungan diujung bibir.
bibir tebal seorang penguasa.
dengan setiap katanya diakhiri "Aku".

Sementara hamba hanya tertunduk dengan menyeka keringat.
busuk, dengan sedikit abis.
Beda dengan keringat Penguasa,
harum seperti Farfum Paris.

Tapi ingat penguasa.
darahmu juga masih merah.
maka dengarkan kata kami!

saat kalimat kami menjadi isu,
atau kalimat kami menjadi hujat.
kerbau pun mati karena seekor semut.

Telan Egomu Niscaya akan Mengganjal Tenggorokanmu!